TIMES BLITAR, BLITAR – Polemik sound horeg ternyata tidak cukup berhenti di fatwa haram yang didukung MUI Jatim. Namun fenomena pengumpulan donasi untuk santunan anak yatim yang menyertai, banyak menjadi pertanyaan warga yang butuh jawaban relevan.
Seperti yang disampaikan warga di wilayah Kabupaten Blitar yang tidak ikhlas ketika diminta urunan untuk menyewa sound horeg. Acara ini digelar pihak dukuh untuk pengumpulan donasi santunan anak yatim piatu. Panitia meminta setiap RT urunan sejumlah uang untuk membayar sound horeg. Informasi yang beredar, biaya menyewa sound horeg untuk acara sekala desa, biasanya membutuhkan dana sekitar Rp250 juta.
Beberapa warga menolak urunan. Alasannya, kalau sound horeg sudah diharamkan, lalu bagaimana hukum uang donasi untuk santunan anak yatim itu? Apakah ikut menjadi haram ?
Humas MUI Kabupaten Blitar, Jamil Mashadi mengatakan, kajian soal sound horeg makin mendalam. Perlu ada pembahasan kembali ke permasalahan awal, bahwa fatwa MUI adalah kewajiban nasehat agama yang harus disampaikan bukan berdasarkan kebencian atau ketidak-sukaan. Namun harus bersumber dari Al Qur'an, hadist, ijtima dan jumhur ulama.
"Terkait kegiatan sound horeg kan satu paket kegiatan. Terus bagaimana uang yang dihasilkan dari acara tersebut? Nah ini perlu dipilah-pilah. Salah satu kaidahnya عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً. Artinya Allah itu Maha Suci hanya menerima hal-hal yang suci juga," papar Jamil kepada Times Indonesia, Jumat (11/7/2025).
Beberapa kegiatan yang tidak terkait langsung dengan kegiatan sound horeg seperti berjualan atau tukang parkir, lanjut Jamil, masih ikhtilaf.
Ikhtilaf adalah perbedaan pendapat terutama di kalangan ulama atau ahli hukum Islam, mengenai suatu masalah tertentu. Dalam konteks Islam, ikhtilaf seringkali merujuk pada perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu'iyah (cabang) dalam fikih, bukan pada prinsip-prinsip dasar agama. Ada yang menyatakan halal ada juga yang menyatakan haram.
"Kalau dia jualan ijab kabulnya jelas, menurut saya gak apa-apa. Yang jelas haram itu yang terkait langsung seperti penari yang menerima saweran, karena mempertontonkan aurat perempuan yang dilarang Allah," tandasnya.
Jamil tidak menafikkan pernak pernik yang timbul di masyarakat terkait fenomena sound horeg ini. Namun Jamil mengharap, semua pihak harus belajar agama tanpa henti dan mengembalikan semua persoalan sosial kemasyarakatan ke hukum awalnya. Karena Islam adalah Rachmatan lil Alamin, menjadi solusi agar kehidupan selamat di dunia dan akherat.
Jamil menambahkan, semua yang dilakukan di dunia ini ada dua aspek. Manfaat dan mudorot. Yang terpenting dikembalikan ke niat awal dan tidak mencampur-adukkan niat baik dengan kegiatan yang tidak baik.
"Kalau niatnya sound horeg tapi untuk santunan anak yatim ini campur-campur. Terus semua uang yang terkumpul kemudian diberikan santunan anak yatim ini ada hisabnya. Wallahualam bissawab . Dalam Islam, uang yang dihasilkan dari kegiatan yang tidak disukai Allah tidak akan jadi pahala," jelasnya.
Jamil mencontohkan, uang hasil korupsi yang dipakai bersedekah hanya menjadi kafarat. Kafarat adalah denda atau tebusan yang harus dibayarkan dalam agama Islam sebagai bentuk kompensasi atas pelanggaran terhadap aturan agama atau kesalahan tertentu. Kafarat bisa berupa tindakan seperti memberi makan orang miskin, memerdekakan budak, atau berpuasa, tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dari dosa dan mendekatkan diri kepada Allah.
"Ada beberapa jumhur ulama yang menyampaikan uang yang dihasilkan dari kegiatan dholim lalu dipakai sedekah, tidak akan mendatangkan pahala. Ada juga yang menyampaikan itu dosa. Nah, sekecil apapun perbuatan kita akan diminta pertanggung-jawaban Allah nantinya. Yaumil hisab," jelas Jamil.
Yaumil hisab, imbuhnya, dihitung kebaikan dan keburukan sekecil apapun yang dilakukan setiap manusia . Jamil mengingatkan tentang cerita kaum Nabi Isa yang didoakan panjang umur. Seorang tukang kayu yang mengambil secuil kayu tanpa izin pemiliknya untuk membersihkan sisa makanan di sela-sela giginya. Menurut manusia itu hanya perbuatan kecil, namun Allah tetap menghisab dan menerima adzab di alam barzah.
"Marilah yang dilarang agama kita jauhi kita hindari. Haram itu jangan dilakukan , jauhi saja. Jangan malah menantang , melawan apa yang sudah di naskan dalam Al Qur'an, hadist dan itjma qiyas," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Erliana Riady |
Editor | : Imadudin Muhammad |