TIMES BLITAR, JAKARTA – Seorang remaja yang diam-diam menggunakan vape selama tiga tahun didiagnosis menderita penyakit paru permanen yang disebut "popcorn lung" (paru-paru popcorn). Kasus ini mengungkap risiko serius di balik rokok elektrik beraroma yang sering dianggap aman.
Apa Itu "Popcorn Lung"?
Dikutip dari scitechdaily, penyakit ini, secara medis dikenal sebagai bronchiolitis obliterans, merusak saluran udara kecil di paru-paru, menyebabkan gejala seperti batuk kronis, mengi, sesak napas, dan kelelahan. Kerusakannya bersifat permanen dan tidak dapat disembuhkan.
Nama "popcorn lung" berawal dari kasus pekerja pabrik popcorn microwave di awal 2000-an yang terpapar diacetyl—bahan kimia pemberi rasa mentega. Ketika dihirup, zat ini menyebabkan peradangan dan jaringan parut di paru-paru.
Vape dan Kembalinya Ancaman "Popcorn Lung"
Meski diacetyl dilarang dalam vape di Uni Eropa dan Inggris, zat ini masih digunakan di AS dan negara lain. Selain itu, banyak produk vape ilegal yang tidak mematuhi aturan keamanan.
Yang lebih mengkhawatirkan, penyakit ini idak ada obatnya. Penelitian terbaru menyebutkan, pengobatan hanya berfokus pada pereda gejala, seperti bronkodilator, steroid, atau transplantasi paru dalam kasus ekstrem.
Bahan kimia berbahaya lain – Formaldehida, asetaldehida, dan pengganti diacetyl (acetoin dan pentanedione) juga bisa memicu kerusakan serupa.
Risiko pada remaja – Aneka rasa seperti permen karet, mangga, atau es krim membuat vape menarik bagi anak muda, padahal bahan kimianya tidak dirancang untuk dihirup.
Mengapa Menghirup Lebih Berbahaya daripada Menelan?
Saat dikonsumsi lewat makanan, bahan kimia melewati sistem pencernaan dan hati yang membantu menetralisir racun. Namun, saat dihirup, zat-zat berbahaya langsung masuk ke paru-paru dan aliran darah, mencapai organ vital dalam hitungan detik.
Kasus remaja ini mengingatkan pada wabah EVALI (E-cigarette or Vaping Product Use-Associated Lung Injury) pada 2019, yang menyebabkan 68 kematian dan 2.800 rawat inap di AS. Wabah itu terkait dengan vitamin E asetat dalam vape cannabis, yang ketika dipanaskan menghasilkan gas beracun ketene.
Studi terbaru juga menunjukkan bahwa remaja pengguna vape lebih sering mengalami gejala gangguan pernapasan, terlepas dari apakah mereka juga merokok atau tidak.
Kesimpulan
Vape mungkin terlihat modern dan menarik, tetapi kisah remaja ini membuktikan bahwa menghirup bahan kimia—meski beraroma enak—bisa berakibat fatal. Sebelum lebih banyak korban berjatuhan, tindakan pencegahan dan kebijakan yang lebih ketat mutlak diperlukan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bahaya Tersembunyi Vape, Sebabkan Penyakit Paru-paru Popcorn
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |