https://blitar.times.co.id/
Kopi TIMES

Sekolah Ramah Anak?

Selasa, 30 April 2024 - 15:29
Sekolah Ramah Anak? M. Rizqi Surya W, Pekerja Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar

TIMES BLITAR, BLITAR – Pendidikan adalah isu yang populer di masyarakat kita. Setiap kebijakan pendidikan yang digulirkan selalu menjadi pembicaraan yang menarik, dikarenakan bersentuhan langsung dengan keseharian masyarakat mulai dari isu pergantian Menteri, sistem zonasi sekolah, politik anggaran pendidikan hingga pergantian kurikulum. Tidak hanya yang bersifat kebijakan publik, tapi juga beragam polemik termasuk banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. 

Medio Februari 2024 contohnya terjadi kasus bullying di lingkungan sekolah yang melibatkan nama anak artis Vincent Rompies hingga viral di media sosial. Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Republik Indoneisa melalui SIMFONI PPA melaporkan tahun 2024 telah terjadi 7175 kasus kekerasan terjadi pada anak. Sebanyak 697 kasus (9,71%) diantaranya terjadi di sekolah. Kekerasan yang dilakukan beragam mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking dan kekerasan dalam bentuk lainnya. Hal ini menjadi paradoks, sebab sekolah yang diimpikan menjadi tempat menyenangkan berubah menjadi begitu menyeramkan bagi korban yang mengalaminya.  

Berangkat dari itu, Kementerian PPA telah menerbitkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak. Secara pengertian, Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah satuan pendidikan formal, non formal dan informal yang mampu memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak termasuk mekanisme pengaduan untuk penanganan kasus di satuan pendidikan. Sehingga sekolah tidak hanya sebagai tempat untuk bertukar ilmu pengetahuan semata. Tetapi mampu menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak, bukan malah sebaliknya. 

Sekolah Ramah Anak memuat enam komponen pokok antara lain : 1) Kebijakan SRA; 2) Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak Anak dan SRA; 3) Proses Belajar yang Ramah Anak; 4) Sarana dan Prasarana Ramah Anak; 5) Partisipasi Anak dan ;6)  Partisipasi Orang Tua, Organisasi Kemasyarakatan, Dunia Usaha, Stakeholder lainnya dan alumni. 

Secara substansi, SRA mendorong sekolah untuk memiliki komitmen tertulis dan mengikat dalam bentuk kebijakan seperti Surat Keputusan dari Kepala Daerah, Kepengurusan SRA hingga tata tertib yang berlaku bagi seluruh warga di lingkungan sekolah misalnya. Sehingga pendekatan administratif harapannya bukan formalitas semata, akan tetapi mampu mendorong terciptanya proses pendidikan yang ideal bagi anak. 

Setelah itu, Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi penting peranannya dalam menciptakan lingkungan yang ramah anak baik bagi pendidik maupun tenaga kependidikan dalam menunjang proses pendidikan, termasuk dalam menghadapi perkembangan zaman yang menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan saat ini. 

Partisipasi sosial menjadi warna baru dalam mewujudkan Sekolah Ramah Anak. Dimana sistem pendidikan tidak hanya berpusat pada hubungan antara guru dan murid saja, akan tetapi multi relasi dengan melibatkan orang tua, professional dan stakeholder terkait. Hal ini sebetulnya yang diperlukan untuk menciptakan sistem pendidikan yang holistik dan terintegrasi dengan komponen sosial lainnya. Mengingat begitu pentingnya relasi sosial dalam proses pendidikan, ada baiknya kita membaca buku karya Munif Chatib, seorang praktisi pendidikan yang berjudul “Sekolahnya Manusia:Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia”. 

Secara faktual, diperlukan strategi yang jelas dalam mendorong terwujudnya sekolah ramah anak di seluruh Indonesia. Setidaknya ada tiga formulasi yang diperlukan dalam mendorong terwujudnya substansi dari sekolah ramah anak. 

Pertama, komitmen kepala daerah sangat diperlukan dalam mendorong daerahnya menuju kepada daerah layak anak. Otoritas yang dimiliki diharapkan mampu menggerakkan komponen pemerintahan dan pihak lainnya untuk bersama-sama mewujudkan misi sekolah ramah anak. 

Kedua, mekanisme reward and punishment yang proporsional. Mengingat maraknya kasus kekerasan terhadap anak di sekolah atau tempat lainnya harus ditangani sesuai prinsip dalam Sistem Peradilan Pidana Anak misalnya. Hal ini sangat penting terkait keberpihakan keadilan kepada anak yang berhadapan hukum sebagai upaya perlindungan terhadap terjaminnya hak anak itu sendiri.

Ketiga, peningkatan partisipasi sosial terutama dimulai dari peranan orang tua dan lingkungan keluarga. Sehingga substansi sekolah ramah anak saling terkait dengan lingkungan sosial anak. Selain itu juga diperlukan partisipasi lintas profesi seperti psikolog, pekerja sosial, tokoh agama dan profesi lainnya untuk dapat berkontribusi dalam mendukung sekolah ramah anak. Mari bergandengan tangan untuk sama-sama mencerdaskan anak bangsa. 

***

*) Oleh : M. Rizqi Surya W, Pekerja Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Blitar just now

Welcome to TIMES Blitar

TIMES Blitar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.