https://blitar.times.co.id/
Opini

Memutus Rantai Masalah Sosial

Selasa, 30 September 2025 - 11:27
Memutus Rantai Masalah Sosial M. Rizqi Surya W, Pekerja Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar.

TIMES BLITAR, BLITAR – Sinau Hurip merupakan kanal YouTube yang digagas oleh pasangan suami istri, Mas Adi dan Mbak Heni, asal Kudus, Jawa Tengah. Keduanya memiliki kepedulian sosial yang besar terhadap kelompok masyarakat terpinggirkan. Salah satu fokus gerakan mereka adalah perhatian terhadap orang dengan gangguan kejiwaan beserta kerumitan masalah yang menyertainya. 

Berbagai aktivitas saat mereka turun langsung membantu masyarakat didokumentasikan dengan rapi, sehingga mampu membangkitkan kepedulian publik terhadap kondisi ODGJ yang sering kali memprihatinkan.

Tidak jarang ditemukan mereka hidup dalam situasi pasung mulai dari dikurung di ruang sempit, dirantai, hingga ditempatkan di kandang dengan kondisi yang mengenaskan.

Kasus pasung di Indonesia masih menjadi wajah buram yang sulit dihapuskan. Data Profil Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan, sekitar 6,6% keluarga yang memiliki anggota dengan gangguan jiwa pernah melakukan pasung. Artinya, dari setiap 100 keluarga dengan anggota yang mengalami psikosis atau skizofrenia, ada 6 hingga 7 yang memilih cara ini. 

Sekilas angka tersebut tampak kecil, namun bila dikaitkan dengan jumlah orang dengan gangguan jiwa di Indonesia yang mencapai  ribuan, maka praktik pasung masih mencerminkan persoalan besar.

Kenyataan ini sekaligus menegaskan bahwa pasung bukan sekadar masalah kesehatan jiwa, melainkan juga masalah sosial. Banyak keluarga yang merasa kewalahan, terhimpit stigma, dan kekurangan akses terhadap layanan kesehatan yang layak. 

Tidak sedikit pula yang terpaksa mengambil jalan pintas dengan mengurung, merantai, atau mengikat anggota keluarganya sendiri. Inilah potret getir yang masih menghantui hingga hari ini.

Secara pengertian, pasung atau pemasungan adalah segala bentuk pembatasan gerak ODGJ oleh keluarga atau masyarakat yang mengakibatkan hilangnya kebebasan ODGJ, termasuk hilangnya hak atas pelayanan kesehatan untuk membantu pemulihan. 

Praktik ini umumnya dilakukan untuk menekan perilaku ODGJ yang dianggap mengganggu atau membahayakan keluarga maupun lingkungan sekitar. Keputusan memasung biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain rendahnya pengetahuan tentang layanan kesehatan jiwa, keterbatasan ekonomi keluarga, serta akses layanan kesehatan jiwa belum memadai hingga faktor lainnya. 

Selain stigma, faktor ekonomi turut memperparah keadaan. Tidak semua keluarga mampu membiayai pengobatan atau membawa anggota keluarganya ke rumah sakit jiwa yang jaraknya bisa sangat jauh. 

Biaya transportasi, rawat inap, hingga kebutuhan sehari-hari kerap melebihi kemampuan mereka. Akibatnya, pasung dianggap sebagai “solusi murah” meski sebenarnya melanggar hak asasi manusia.

Lebih jauh, keterbatasan layanan kesehatan jiwa juga menjadi penyumbang utama. Di Indonesia, rumah sakit jiwa dan tenaga kesehatan jiwa jumlahnya masih sangat terbatas. 

Tidak jarang, satu daerah hanya memiliki satu rumah sakit jiwa yang lokasinya jauh dari desa-desa. Kondisi ini membuat akses rehabilitasi sulit dijangkau, sehingga keluarga merasa tidak memiliki pilihan lain selain memasung.

Dari sini terlihat bahwa pasung adalah mata rantai masalah sosial: dimulai dari stigma, lalu diperkuat keterbatasan ekonomi, ditambah minimnya akses layanan kesehatan, hingga akhirnya melahirkan praktik pelanggaran hak asasi. Rantai ini membuat pasung terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Upaya Pembebasan Pasung oleh  Pemerintah telah diamanatkan melalui terbitnya Permenkes No. 54 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Pemasungan pada ODGJ. Program ini menargetkan agar praktik pasung bisa dihapuskan melalui identifikasi kasus, pembebasan ODGJ dari pasung, hingga penanganan medis dan rehabilitasi sosial. Meski belum sepenuhnya berhasil, program ini menunjukkan adanya komitmen negara dalam menghormati hak-hak ODGJ.

Selain pemerintah, komunitas dan masyarakat sipil juga memegang peranan penting. Salah satu contohnya adalah kanal YouTube Sinau Hurip, yang digagas pasangan suami istri di Kudus, Jawa Tengah. 

Melalui gerakan sederhana, mereka mengedukasi masyarakat, memberikan ruang kepedulian, sekaligus mengingatkan bahwa ODGJ adalah manusia yang berhak diperlakukan dengan bermartabat.

Tenaga kesehatan jiwa dan Pekerja Sosial pun menjadi garda depan pembebasan pasung. Mereka tidak hanya memberi layanan medis atau terapi, tetapi juga mendampingi keluarga dalam memahami kondisi ODGJ, membangun jejaring dukungan, dan mencari solusi alternatif di luar pasung.

Di banyak daerah, kolaborasi lintas sektor sudah mulai terlihat. Misalnya, pemerintah daerah menggandeng puskesmas, rumah sakit jiwa, dinas sosial, hingga lembaga keagamaan dan komunitas lokal untuk mengidentifikasi, membebaskan, dan merawat ODGJ pasung. 

Model kerja sama semacam ini membuktikan bahwa pembebasan pasung tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan memerlukan pendekatan komprehensif berbasis komunitas. (*)

***

*) Oleh : M. Rizqi Surya W, Pekerja Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Blitar just now

Welcome to TIMES Blitar

TIMES Blitar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.