TIMES BLITAR, BLITAR – Kabupaten Blitar berproses untuk mengembalikan kejayaan tembakau varietas Selopuro ke kancah Internasional. Diantaranya dengan menggelar bimtek yang membuka peluang usaha baru di komoditas ini. 

Tembakau varietas Selopuro pernah mengalami masa kejayaan di era kolonial. Seiring berjalannya waktu, kualitas dan kuantitas tembakau asli Blitar makin menurun. Beragam upaya dilakukan untuk mengembalikan kemurnian tembakau lokal ini. 

Hingga akhirnya, perjalanan selama empat tahun membuahkan hasil dengan terbitnya sertifikasi pengembangan  tembakau varietas Selopuro ini. Ada lima varietas tembakau lokal yang dihasilkan Kabupaten Blitar. Yakni varietas Mancung, Kenongo, Lulang, Kalituri dan Sedep. 

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Blitar selalu berupaya untuk menjaga kualitas dan kuantitas tambakau lokal ini. Dengan memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) mereka menggelar bimtek Good Agriculture Practise (GAP) agar hasil panen dan pascapanen tembakau para petani di Blitar bisa maksimal. 

Kepala Bidang Sarana Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Blitar, Lukas Supriyatno mengatakan, pihaknya fokus pada bimtek persemaian untuk menyiapkan bibit tembakau lokal. Karena tahun-tahun sebelumnya, persediaan bibit tembakau lokal ini belum mencukupi kebutuhan petani Blitar. 

"Bimtek dengan tema GAP ini kami fokuskan ke persemaian. Jadi  edukasi bagaimana benih kemudian disemai di lahan, lalu menjadi bibit yang siap ditanam sampai panen dan pascapanen kami berikan kepada petani," jelasnya, Kamis (12/6/2025).

Lukas menambahkan, proses persemaian ini membutuhkan pengetahuan dan konsentrasi lebih tinggi. Khususnya tembakau lokal,  fase persemaian ini membutuhkan  treatmen khusus yang tidak bisa dilakukan semua petani jika pengetahuan mereka tentang hal ini masih minim. Karena dari persemaian inilah yang menjadi faktor penentu tumbuhkembang tanaman tembakau lokal berhasil atau gagal. 

"Nah persemaian ini sebenarnya bisa menjadi peluang usaha baru bagi petani tembakau. Jadi mereka bisa menjual bibit, selain nanti kalau menanam sendiri bisa menjual daun tembakaunya," ungkap Lukas. 

Dari usaha persemaian ini jika dikalkulasi cukup menguntungkan bagi petani. Pertama, masa tunggu untuk bisa dijual hanya maksimal 40 hari. Lahan yang diperlukan untuk persemaian tidak luas, karena untuk bibit satu hektare lahan tembakau, hanya membutuhkan 4 bedeng lahan persemaian seluas 1x10 meter. 

"Petani ini bisa panen 2 kali. Pertama panen bibit, kalau dijual bisa  Rp 75 per batang. Kedua, lahannya ditanami bibit tembakau nunggu 3 bulan. Lalu bisa menjual panen dari daunnya tembakau," ungkapnya. 

Diversifikasi usaha lain di tembakau tak berhenti sampai disitu. Karena daun tembakau bisa dijual dengan harga daun basah dikisaran Rp 40-50 ribu /kg. Atau daun kering rajangan di kisaran harga Rp 80 ribu/kg. Bahkan untuk tembakau varietas Selopuro dengan kualitas grade terbaik, harganya bisa diatas Rp 100 ribu/kg. 

Ini artinya, jika proses persemaian, penanaman, panen hingga pascapanen dilakukan dengan baik, petani bisa mendapatkan keuntungan maksimal. Ada usaha-usaha lain yang bisa mereka lakukan jika ilmu tentang tembakau lengkap. Mereka bisa membuka usaha persemaian, menjual bibit, merajang tembakau sampai menjualnya ke pabrik atau pasar Internasional. 

"Kami juga sedang koordinasi dengan dinas lain agar petani tembakau dipertemukan langsung dengan industri rokok. Sehingga B to B bisa memangkas biaya rantai  distribusi yang akan memaksimalkan keuntungan para petani tembakau lokal di Blitar," pungkasnya. (*)